Kamis, 24 Maret 2011

Ular, dari Tongseng hingga Burger

Bagi sebagian orang, ular adalah binatang yang menakutkan. Memegang pun mereka tak berani. Namun, saat ini semakin banyak orang yang bersahabat dengan ular dan menjadikannya hewan peliharaan. Di luar orang-orang itu, tak sedikit pula yang mengonsumsi ular sebagai bahan makanan! 

Senin (4/12) malam di daerah Gandekan Lor, Bernard (30) menunggu dengan sabar tongseng ular pesanannya. Ia mengaku sudah lima tahun lebih berlangganan warung kaki lima (PKL) masakan ular di kawasan itu. "Saya hobi makan tongseng ular, sama seperti saya suka makan tongseng kambing," kata Bernard. Berawal dari rasa ingin tahu yang besar, Bernard pun mencoba masakan ular di jalan yang sering dilewatinya. "Saya cocok masakannya, enak," ujarnya tertawa. 

Berbeda dengan Bernard, Riswan (28) pernah mengonsumsi ular ketika masih remaja. Di daerah tempat tinggalnya di Bambanglipuro, Bantul, ular relatif mudah ditemukan. "Waktu itu menyembelih sendiri, sekarang mau cari ular di kota susah. Enakan makan langsung di warung seperti ini," kata Riswan. 

Malam itu Riswan datang bersama istrinya, Ninik (27). "Waktu kecil saya pernah makan daging ular karena sakit gatal-gatal, nggak ingat rasanya," tutur Ninik. Ia penasaran dan ingin merasakan lagi daging ular. "Enak kok," komentarnya singkat. Ular yang menggeliat melilit-lilit tubuh tak ada lagi dalam bayangannya. 

Menurut Eko Hadi Iswantoro (29) yang sudah 10 tahun berjualan masakan ular, awalnya sebagian orang memang membeli masakan ular untuk pengobatan berbagai penyakit, seperti gatal-gatal, jerawat, lever, stroke, asma, sampai tumor. "Tetapi banyak juga yang makan karena suka, bukan untuk pengobatan," ujar Eko. 

Secara khusus, untuk pengobatan, Eko menjual paket empedu, darah, dan sumsum ular kobra seharga Rp 25.000. Dagingnya biasanya disertakan sebagai bonus yang bisa dimasak sendiri di rumah. Sebagai obat, bahan-bahan itu biasanya dikonsumsi mentah. 

Di warungnya yang sebagian besar pelanggan adalah mahasiswa itu, Eko menjual satu porsi tongseng dan sate ular Rp 7.000. Pada awal ia berjualan, Eko hanya mendapat laba tak lebih dari Rp 100.000 per hari. Saat ini, ia bisa memperoleh Rp 350.000 per hari. 

Untuk mencukupinya, dibutuhkan sekitar 30 ekor ular kobra dan 4- 5 ekor ular sanca dengan panjang lebih dari 2,8 meter tiap ekor. Bahan baku itu diperoleh Eko dari para penangkap ular langganannya, yang tersebar di berbagai daerah di Yogyakarta. 

Dalam perkembangannya, ular tak hanya disajikan dalam bentuk tongseng dan sate saja. Seperti yang ada di Rumah Makan Kobra, misalnya, pengunjung bisa menikmati daging ular kobra dalam berbagai masakan. Selain sate dan tongseng kobra, ada pula burger, steak, dan nasi goreng kobra. Tak hanya itu, disediakan pula menu kobra lada hitam yang menyajikan daging goreng dengan saus lada hitam. Ada pula kobra wangi dan abon kobra. Harganya beragam, dari Rp 5.000 sampai Rp 20.000. 

"Peminatnya pun bervariasi, dari anak-anak sampai orang tua," kata Sri Sulistyowati Sarjono (31), pemilik restoran di Jalan Hayam Wuruk itu. Menurut dia, kobra lada hitam dan burger kobra banyak diminati oleh masyarakat. "Anak-anak biasanya suka burger kobra," kata Lis. Para konsumennya pun tak hanya berasal dari dalam kota, banyak pula para wisatawan yang datang ingin mencoba makanan unik di Yogyakarta. 

Menurut pakar teknologi pangan Universitas Gadjah Mada Sri Raharjo, konsumsi ular atau hewan-hewan avertebrata lain aman sejauh yang dikonsumsi adalah bagian daging dan dimasak terlebih dahulu. Otot rangka atau yang dalam pemahaman umum dimengerti sebagai daging ini pada dasarnya merupakan sumber protein dengan kualitas yang hampir sama dengan daging ayam, sapi, atau kambing yang biasa dikonsumsi masyarakat. 

"Dibandingkan daging yang tidak dimasak, daging yang dimasak lebih aman dikonsumsi karena mematikan bakteri-bakteri penyebab penyakit," tutur Sri. Ia menambahkan, daging ular ataupun bahan makanan lain selama dapat dikonsumsi dalam jumlah sedikit, rutin, dan memenuhi kepuasan cita rasa dapat dikategorikan sebagai pangan. Jadi, apakah masakan ular termasuk kategori pangan? Bergantung pada yang mengonsumsinya.... (MU1/11)

(Dikutip dari KCM, Selasa 5 Desember 2006)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar