Selasa, 15 Maret 2011

Sop Kakap Mak Nyuss di Mal Ambassador Jakarta

Mal Ambassador mungkin adalah salah satu dari sekian mal yang paling banyak disatroni kelas pekerja di Jakarta. Khususnya tiap jam makan siang, para pekerja dari gedung-gedung di sekitar daerah ini berbondong-bondong datang ke sini. Berbagai tempat makan siang pun langsung penuh dan ramai. Surprise, surprise, surprise, ternyata di sini juga ada satu restoran yang menghidangkan masakan Tionghoa bermutu. Namanya: Wan Toe.

Wan Toe menawarkan menu yang sangat lengkap: ayam, bebek, sapi, berbagai seafood (ikan, udang, kepiting, cumi), bahkan juga masakan vegetarian. Menilik harga-harga di daftar menu, Wan Toe tampaknya mengambil sasaran kalangan menengah ke atas. Tidak terlalu mahal, tetapi juga tidak terlalu murah. 

Pilihan saya untuk makan siang bersama seorang teman adalah: bebek panggang, sop ikan kakap, kepiting soka goreng, tomio cah, dan nasi hainan. Ditambah minuman dan pajak, total bill kami berdua untuk makan siang yang memuaskan ini sedikit di bawah Rp 300 ribu.

Bebek panggangnya masih menampilkan lemak yang tebal. Melihat ukuran dan teksturnya, ketara sekali bahwa bebeknya impor. Kualitasnya setara dengan beberapa restoran sekelasnya. Terus terang, bila lemaknya lebih tiris dengan cara memanggang yang lebih baik, bebek panggang ini akan naik kelas.

Sop ikan kakapnya istimewa. Ini adalah cara masak orang Hakka. Daging kakap di-dust dengan tepung kering, lalu digoreng dengan minyak panas. Dimasak lagi dalam kaldu ayam, sawi asin, dan lobak, dengan berbagai bumbu minimalis, lalu diakhiri dengan angkak (tape beras merah) yang memberi sentuhan khas. Di berbagai restoran lain, sop semacam ini biasanya disajikan dengan gurame. Pilihan kakap di Wan Toe membuatnya lebih istimewa. Mak nyuss!

Kepiting lemburi - biasa disebut juga sebagai kepiting soka, yaitu kepiting muda yang sedang berganti kulit, sehingga dapat dimakan seluruhnya - digoreng dan dibumbui dengan telur asin. Cara masak seperti ini memang sedang populer. Verdict: top markotop! Wajib dipesan.

Nasi hainan dan tomio cah bawang putihnya juga berkualitas di atas rata-rata. Kesimpulan saya: Wan Toe punya jurumasak yang dapat diandalkan. Pesanan yang cepat datang juga mencerminkan kesigapan para jurumasak di dapur. 

Di daftar menu masih tampak berbagai makanan yang pasti akan saya pesan dalam kunjungan berikutnya. Misalnya: bakkuteh iga sapi. Secara nomenklatur sebetulnya ini salah. Bakkut mengacu pada iga babi. Tetapi, karena Wan Toe ingin menjangkau khalayak yang lebih luas, di sini masakan sederhana yang segar dan lezat ini dihadirkan dengan memakai bahan-bahan halal. 

Ikan gindara goreng yang dipesan meja sebelah pun sempat menerbitkan air liur saya. Hanya digoreng dan di-finish dengan kecap asin tipis, tetapi penampilan dan aromanya sungguh menggiurkan.

Wan Toe juga mempunyai beberapa ruang untuk private dining. Juga tersedia layanan antar bagi mereka yang tidak sempat keluar kantor untuk makan siang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar